Translate

Jumat, 02 Mei 2014

Bab 71. Tawadhu' Dan Menundukkan Sayap -Yakni Merendahkan Diri- Kepada Kaum Mu'minin






Allah Ta'ala berfirman: "Dan tundukkanlah sayapmu -yakni rendahkanlah dirimu- kepada kaum mu'minin." (al-Hijr: 88)



Allah Ta'ala berfirman pula: "Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa yang surut kembali dari agamanya -yakni menjadi orang murtad-, maka Allah nanti akan mendatangkan kaum yang dicintai olehNya dan merekapun mencintai Allah. Mereka itu bersikap merendahkan diri -lemah lembut- kepada kaum mu'minin dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir." (al-Maidah: 54)



Allah Ta'ala berfirman lagi: "Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami -Allah- menciptakan engkau semua itu dari jenis lelaki dan wanita dan menjadikan engkau semua berbangsa-bangsa serta berkabilah-kabilah, agar engkau semua saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang termulia diantara engkau semua di sisi Allah ialah orang yang bertaqwa dari kalanganmu itu." (al-Hujurat: 13)



Allah Ta'ala juga berfirman: "Janganlah engkau semua melagak-lagakkan dirimu sebagai orang suci. Allah adalah lebih mengetahui kepada siapa yang sebenarnya bertaqwa." (an-Najm: 32)



Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan orang-orang yang menempati a'raf -tempat-tempat yang tinggi-tinggi- itu berseru kepada beberapa orang yang dikenalnya karena tanda-tandanya, mereka mengatakan: "Apa yang telah engkau semua kumpulkan dan apa yang telah engkau semua sombongkan itu tidaklah akan memberikan pertolongan kepadamu. Inikah orang-orang yang telah engkau semua persumpahkan, bahwa mereka tidak akan mendapatkan kerahmatan dari Allah? Kepada mereka itu dikatakan: "Masuklah engkau semua dalam syurga, engkau semua tidak perlu merasa ketakutan dan tidak pula bersedih hati." (al-A'raf: 48-49)



600. Dari 'Iyadh bin Himar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memberikan wahyu kepadaku, hendaklah engkau semua itu bersikap tawadhu', sehingga tidak ada seorang yang membanggakan dirinya di atas orang lain -yakni bahwa dirinya lebih mulia dari orang lain- dan tidak pula seorang itu menganiaya kepada orang lain -karena orang yang dianiaya dianggapnya lebih hina dari dirinya sendiri-." (Riwayat Muslim)



601. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah sedekah itu akan mengurangi dari harta seseorang dan tidaklah Allah menambahkan seseorang itu dengan pengampunan melainkan ditambah pula kemuliaannya dan tidaklah seseorang itu bertawadhu' karena mengharapkan keridhaan Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajat orang itu." (Riwayat Muslim)



602. Dari Anas r.a. bahwasanya ia berjalan melalui anak-anak, kemudian ia memberikan salam kepada mereka ini dan berkata: "Nabi s.a.w. juga melakukan sedemikian." (Muttafaq 'alaih)



603. Dari Anas r.a. pula, katanya: "Bahwasanya ada seorang hamba sahaya wanita dari golongan hamba sahaya wanita yang ada di Madinah mengambil tangan Nabi s.a.w. lalu wanita itu berangkat dengan beliau s.a.w. ke mana saja yang dikehendaki oleh wanita itu." Ini menunjukkan bahwa beliau s.a.w. selalu merendahkan diri. (Riwayat Bukhari)



604. Dari al-Aswad bin Yazid, katanya: "Saya bertanya kepada Aisyah radhiallahu 'anha, apakah yang dilakukan oleh Nabi s.a.w. di rumahnya?" Aisyah menjawab: "Beliau s.a.w. melakukan pekerjaan keluarganya -yakni melayani atau membantu pekerjaan keluarganya-. Kemudian jikalau datang waktu shalat, lalu beliau keluar untuk mengerjakan shalat itu." (Riwayat Bukhari)



605. Dari Abu Rifa'ah yaitu Tamim bin Usaid r.a., katanya: "Saya sampai kepada Nabi s.a.w. dan waktu itu beliau sedang berkhutbah, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, ada seorang yang gharib -asing yakni bukan penduduk negeri itu- datang untuk menanyakan agamanya yang ia tidak mengerti apakah agamanya itu." Rasulullah s.a.w. lalu menghadap kepada saya dan meninggalkan khutbahnya, sehingga sampailah ke tempat saya. Beliau s.a.w. diberi sebuah kursi kemudian duduk di situ dan mulailah mengajarkan pada saya dari apa-apa yang diajarkan oleh Allah padanya. Selanjutnya beliau mendatangi tempat khutbahnya lalu menyempurnakan khutbahnya itu." (Riwayat Muslim)



606. Dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. apabila makan sesuatu makanan, maka beliau itu menjilati jari-jarinya yang tiga -yakni ibu jari-, telunjuk dan jari tengah-. Anas berkata: "Rasulullah bersabda: "Jikalau suapan seorang dari engkau semua itu jatuh, maka buanglah daripadanya itu apa-apa yang kotor dan setelah itu makanlah dan janganlah ditinggalkan untuk dimakan syaitan -yang masih bersih tadi-. Beliau s.a.w. juga menyuruh supaya bejana tempat makanan itu dijilati pula. Beliau bersabda: "Sesungguhnya engkau semua tidak mengetahui dalam makanan yang manakah yang disitu ada berkahnya." (Riwayat Muslim)



607. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya:. "Tiada seorang Nabipun yang diutus oleh Allah, melainkan ia tentu menggembala kambing." Para sahabatnya bertanya: "Dan tuan?" Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, saya juga menggembala kambing itu, yaitu di Qararith. Kambing itu kepunyaan penduduk Makkah." Arti Qararith periksalah dalam hadits no.598. (Riwayat Bukhari)



608. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., katanya: "Andaikata saya dipanggil untuk mendatangi jamuan berupa kaki bawah atau pun kaki atas -maksudnya baikpun makanan yang tidak berharga ataupun yang amat tinggi nilainya-, sesungguhnya saya akan mengabulkan undangan itu. Juga andaikata saya diberi hadiah berupa kaki atas atau kaki bawah, sesungguhnya saya suka menerimanya." (Riwayat Bukhari)



609. Dari Anas r.a. katanya: "Adalah untanya Rasulullah s.a.w. itu diberi nama 'Adhba', tidak pernah didahului atau hampir tidak dapat didahului -karena menghormati Rasulullah-. Maka datanglah seorang A'rab -orang pedalaman- duduk di atas kendaraan yang dinaikinya, kemudian mendahului unta beliau s.a.w. itu. Hal itu dirasakan berat sekali atas kaum Muslimin -yakni kaum merasa tidak senang terhadap kelakuan orang A'rab tadi-. Hal itu -yakni keberatan kaum Muslimin tadi- diketahui oleh beliau s.a.w., kemudian beliau bersabda: "Adalah merupakan hak Allah bahwasanya tidaklah sesuatu dari keduniaan itu meninggi, melainkan pasti akan diturunkannya," maksudnya bahwa harta atau kedudukan itu jikalau sudah mencapai puncak ketinggiannya dan tidak digunakan sebagaimana mestinya berdasarkan tuntunan agama, pasti akan diturunkan kembali oleh Allah. (Riwayat Bukhari)

Bab 70. Keutamaan Bergaul Dengan Orang Banyak, Menghadiri Shalat-shalat Jum'at Dan Berjamaah Bersama Mereka Serta Mengunjungi Tempat-tempat Kebaikan Dan Majelis-majelis Dzikir, Juga Meninjau Orang Yang Sakit, Menghadiri Jenazah-jenazah, Membantu Yang Mempunyai Hajat, Menunjukkan Yang Bodoh Dan Lain-lain Yang Termasuk Kemaslahatan Mereka Bagi Orang Yang Kuasa Beramar Ma'ruf Dan Nahi Mungkar. Demikian Pula Mencegah Diri Sendiri Dari Berbuat Menyakiti Serta Sabar Atas Sesuatu Yang Menyakitkan -Yang Menimpa Pada Diri Sendiri-






Ketahuilah bahwasanya bercampur -bergaul- dengan orang banyak menurut cara yang saya sebutkan diatas itu adalah yang terpilih dan itulah yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. serta para Nabi yang lain-lain shalawatullah wa salamuhu 'alaihim, begitu juga dilakukan oleh para khulafa' rasyidun dan orang-orang yang sesudah mereka yaitu dari golongan para sahabat serta para tabi'in dan pula orang-orang yang sesudah mereka dari golongan alim ulama kaum Muslimin dan orang-orang yang pilihan diantara mereka. Yang sedemikian itu adalah mazhabnya sebagian besar kaum tabi'in dan orang-orang yang sesudah mereka. Imam as-Syafi'i dan Imam Ahmad serta sebagian banyak ahli fikih radhiallahu 'annum juga mengucapkan -berpendapat- sebagaimana yang tersebut di atas itu -yakni lebih baik bergaul dengan para manusia untuk beramar ma'ruf nahi mungkar daripada mengasingkan diri sendiri serta menghindari bergaul-.



Allah Ta'ala berfirman: "Dan tolong menolonglah engkau semua atas kebajikan dan ketaqwaan." (al-Maidah: 2)



Ayat-ayat yang semakna dengan apa yang saya sebutkan di atas itu amat banyak dan mudah dimaklumi.

Bab 69. Sunnahnya Memencilkan Diri Di Waktu Rusaknya Keadaan Zaman Atau Karena Takut Fitnah Dalam Agama Dan Jatuh Dalam Keharaman, Kesyubhatan-kesyubhatan Atau Lain-lain Sebagainya







Allah Ta'ala berfirman: "Maka oleh karena itu, segeralah berlari kepada Allah, sesungguhnya saya adalah pemberi peringatan yang terang -dari Allah padamu-." (adz-Dzariyat: 50)



595. Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu cinta kepada hamba yang bertaqwa serta kaya dan tersembunyi -yakni tidak sebagai orang masyhur dan tidak dikenal orang karena tidak mempunyai kedudukan-." (Riwayat Muslim) Yang dimaksud dengan kata alghani yakni kaya itu ialah kaya jiwanya -jadi bukan kaya harta benda-, sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih di muka -lihat hadits no.520-.



596.Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Ada seorang lelaki berkata: "Manakah orang yang paling utama itu, ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. bersabda: "Yaitu seorang mu'min yang berjihad dengan badannya dan hartanya fisabilillah." Kemudian orang itu bertanya lagi: "Selanjutnya siapakah?" Beliau s.a.w. bersabda: "Kemudian seseorang yang memencilkan dirinya dalam suatu jalanan di gunung -maksudnya suatu tempat diantara dua gunung yang dapat digunakan sebagai kediaman- dari beberapa tempat di gunung, untuk menyembah kepada Tuhannya." Dalam riwayat lain disebutkan: "Karena ia bertaqwa kepada Allah dan meninggalkan para manusia dari kejelekannya diri sendiri" -jadi mengasingkan diri dari orang banyak, sehingga tidak akan sampailah kejelekannya diri sendiri itu kepada orang-orang banyak tadi-. (Muttafaq 'alaih)



597. Dari Abu Said al-Khudri r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hampir saja bahwasanya sebaik-baik harta seorang Muslim itu ialah kambing yang diikutinya sampai ke puncak gunung serta tempat-tempat hujan -yaitu tempat-tempat yang banyak rumputnya-. Orang itu lari ke sana dengan membawa agamanya karena takut adanya beberapa macam fitnah." (Riwayat Bukhari)



598. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Tidak seorang yang diutus oleh Allah sebagai Nabi, melainkan ia tentu pernah menggembala kambing." Para sahabat beliau s.a.w. bertanya: "Dan tuan sendiri -apakah juga menggembala kambing-?" Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, sayapun menggembala kambing itu, yaitu di Qararith. Kambing itu kepunyaan penduduk Makkah." Qararith itu ada yang mengatakan bahwa ia adalah nama tempat penggembalaan di Makkah, tetapi ada yang mengatakan bahwa itu adalah nama bagian dari uang dinar atau dirham, yakni bahwa beliau s.a.w. menggembala itu dengan menerima upah qararith. (Riwayat Bukhari)



599. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Rasulullah s.a.w. bahwasanya ia bersabda: "Setengah daripada sebaik-baik keadaan kehidupan para manusia ialah seseorang yang memegang kendali kudanya untuk melakukan peperangan fisabilillah, ia terbang di atas punggungnya. Setiap kali ia mendengar suara gemuruh atau suara dahsyat di medan peperangan itu ia segera terbang ke sana untuk mencari supaya terbunuh atau kematian yang disangkanya bahwa di tempat suara gemuruh itulah tempatnya. Atau seorang yang memelihara kambing di puncak gunung dari beberapa puncak gunung yang ada, ataupun di suatu lembah dari beberapa lembah ini. Ia mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta menyembah Tuhannya sehingga ia didatangi oleh keyakinan -yakni kematian-. Tidak ada dari para manusia itu kecuali dalam kebaikan." (Riwayat Muslim)

Kamis, 01 Mei 2014

Bab 68. Kewara'an Dan Meninggalkan Apa-apa Yang Syubhat





Allah Ta'ala berfirman: "Engkau semua mengira bahwa persoalan itu adalah remeh -ringan- saja, padahal di sisi Allah ia adalah persoalan yang besar -amat penting-." (an-Nur: 15)



Allah Ta'ala berfirman pula: "Sesungguhnya Tuhanmu selalu mengawasi -segala perbuatanmu-." (al-Fajr: 14)



586. Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya apa-apa yang halal itu jelas dan sesungguhnya apa-apa yang haram itupun jelas pula. Di antara kedua macam hal itu -yakni antara halal dan haram- ada beberapa hal yang syubhat -samar-samar atau tidak diketahui secara pasti halal dan haramnya-. Tidak dapat mengetahui apa-apa yang syubhat itu sebagian besar manusia. Maka barangsiapa yang menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan syubhat, maka ia telah melepaskan dirinya dari melakukan sesuatu yang mencemarkan agama serta kehormatannya. Dan barangsiapa yang telah jatuh dalam kesyubhatan-kesyubhatan, maka jatuhlah ia dalam keharaman, sebagaimana halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar tempat yang terlarang, hampir saja ternaknya itu makan dari tempat larangan tadi. Ingatlah bahwasanya setiap raja itu mempunyai larangan-larangan. Ingatlah bahwasanya larangan-larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkan olehNya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh manusia itu ada segumpal darah beku, apabila benda ini baik, maka baiklah seluruh badan, tetapi apabila benda ini rusak -jahat-, maka rusak -jahat- pulalah seluruh badan. Ingatlah bahwa benda itu adalah hati." (Muttafaq 'alaih) Imam-imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits di atas dari beberapa jalan, pula dengan lafaz-lafaz yang hampir bersamaan.



587. Dari Anas r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. menemukan sebiji buah kurma di jalanan, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Andaikata saya tidak takut bahwa kurma ini termasuk golongan benda sedekah, pastilah saya akan memakannya." Suatu tanda sangat berhati-hatinya beliau s.a.w. dalam hal yang syubhat. (Muttafaq 'alaih)



588. Dari an-Nawwas bin Sam'an r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Kebajikan ialah baiknya budi pekerti dan dosa ialah apa-apa yang engkau rasakan bimbang dalam jiwamu dan engkau tidak suka kalau hal itu diketahui oleh orang banyak." (Riwayat Muslim)



589. Dari Wabishah bin Ma'bad r.a., katanya: "Saya mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu beliau bersabda: "Engkau datang ini hendak menanyakan perihal kebajikan?" Saya menjawab: "Ya." Beliau s.a.w. lalu bersabda lagi: "Mintalah fatwa -keterangan atau pertimbangan- pada hatimu sendiri. Kebajikan itu ialah yang jiwa itu menjadi tenang padanya -diwaktu melakukan dan setelah selesainya-, juga yang hatipun tenang pula merasakannya, sedang dosa ialah apa-apa yang engkau rasakan bimbang dalam jiwa serta bolak-balik -yakni ragu-ragu- dalam dada -hati-, sekalipun orang banyak telah memberikan fatwanya padamu. Ya, sekalipun orang banyak telah memberikan fatwanya padamu." Hadits hasan yang diriwayatkan oleh Imam-imam Ahmad dan ad-Darimi dalam kedua musnadnya.



Keterangan:

Dua hadits di atas itu menegaskan apa yang disebut kebajikan dan apa yang disebut dosa itu. Kebajikan ialah:

Budi pekerti yang baik.

Juga sesuatu yang dirasa tentram dalam jiwa dan tenang dalam hati. Untuk mengetahui ini cukuplah bertanya kepada hati kita sendiri. Misalnya berkata jujur, bagaimanakah hati kita setelah melakukannya? Tenang bukan. Nah, itulah kebajikan. Tetapi berkata dusta, tenangkah jiwa kita setelah melakukannya? Pasti tidak, sebab takut ketahuan orang kedustaannya itu. Nah, tentu itu bukan kebajikan tetapi kejahatan dan dosa.

Selanjutnya yang disebut kejahatan dan dosa itu ialah:

Sesuatu yang membekas dalam hati yakni setelah melakukannya, hati itu selalu mengangan-angankan akibat yang buruk dari kelakuan tadi itu, jelasnya hati senantiasa gelisah kalau kelakuannya tadi diketahui oleh orang lain. Misalnya menipu, membunuh, korupsi, merampas hak orang, berbuat zalim dan penganiayaan, tidak jujur, memalsu dan lain-lain sebagainya.

Sesuatu yang kecuali membekas dalam jiwa, juga hati sudah bimbang dan ragu-ragu di saat melakukannya itu, sebab kalau ketahuan orang, tentu akan mendapatkan hukuman, berat atau ringan, misalnya mencuri, membunuh dan lain-lain lagi.

Sesuatu yang ditakutkan kalau diketahui orang lain, baik takut akan menjadi malu, sebab apa yang dilakukan itu merupakan hal yang tercela di kalangan masyarakat atau takut jatuh namanya, takut hukumannya dan lain-lain.

Rasulullah s.a.w. menandaskan perihal kejahatan dan dosa itu dengan diberi tambahan kalimat: "Sekalipun orang-orang lain sama memfatwakan itu padamu serta membenarkan tindakanmu itu." Artinya sekalipun banyak yang mendukung tindakanmu dan banyak pembelamu serta semuanya menyetujui, tetapi kalau sifatnya membekas dalam hati dan meragu-ragukan, itulah suatu tanda bahwa apa yang kamu lakukan itu suatu kejahatan atau dosa. Soal orang yang memberikan fatwa itu belum tentu benar, mungkin orang itu hanya menginginkan supaya kamu banyak menghadiahkan sesuatu padanya atau menginginkan kepangkatan kalau justeru kamu sebagai pemegang kekuasaan atau fatwanya itu hanya ditilik dari segi lahiriyahnya saja, sedang yang terkandung dalam hatimu tidak atau belum diketahui olehnya. Oleh sebab itu, tepatlah kalau Rasulullah s.a.w. mengingatkan kita agar kita lebih-lebih mengutamakan untuk meminta fatwa atau keterangan dari hati kita sendiri.



590. Dari Abu Sirwa'ah -dengan kasrahnya sin muhmalah- yaitu 'Uqbah bin al-Harits r.a. bahwasanya ia mengawini anak perempuannya Abu Ihab bin 'Aziz. Kemudian datanglah seorang wanita, lalu berkata: "Sesungguhnya saya benar-benar telah menyusui 'Uqbah serta perempuan yang dikawin olehnya itu -jadi keduanya adalah saudara sesusuan yang haram menjadi suami istri-." Kemudian 'Uqbah berkata kepada wanita tadi: "Saya tidak mengerti bahwa Anda telah menyusui saya dan Anda tidak pernah memberitahukan hal itu padaku." 'Uqbah lalu menaiki kendaraan untuk menuju kepada Rasulullah s.a.w. di Madinah, kemudian menanyakan perkara itu padanya. Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Bagaimana lagi, sedangkan persoalannya sudah dikatakan demikian." Selanjutnya 'Uqbah lalu menceraikan istrinya itu dan mengawini wanita lain lagi. (Riwayat Bukhari)



591. Dari al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya hafal sesuatu sabda dari Rasulullah s.a.w.: "Tinggalkanlah apa-apa yang meragu-ragukan padamu untuk beralih kepada apa-apa yang tidak meragu-ragukan padamu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. Artinya ialah: Tinggalkanlah apa-apa yang engkau merasa bimbang untuk dilaksanakan dan ambil sajalah apa-apa yang engkau tidak merasa bimbang sama sekali dalam melaksanakannya.



Keterangan:

Hal-hal yang meragu-ragukan itu pada umumnya ada dua macam, yaitu:

Meragu-ragukan karena dipandang dari segi hukumnya seperti barang-barang yang hukumnya syubhat (tidak jelas perihal halal atau haramnya).

Meragu-ragukan karena dipandang dari akibatnya seperti sesuatu usaha atau tindakan.

Kalau yang pertama memang sebaiknya kita tinggalkan saja dan beralih kepada yang tidak meragu-ragukan. Tetapi kalau yang kedua wajiblah kita tinjau dahulu, yaitu sekiranya hati kita yakin akan kebenaran usaha atau tindakan kita itu, maka keragu-raguan wajiblah dilenyapkan dan usaha atau tindakan itu wajib dilaksanakan terus. Misalnya dalam cita-cita menegakkan Agama Islam di atas bumi ini, terutama di tanah air sendiri, lalu kita ragu-ragu kalau tidak berhasil, banyak yang menentangnya, badan dapat sengsara sebab disiksa, dipenjarakan dan lain-lain. Maka keragu-raguan semacam ini, bukanlah pada tempatnya. Orang yang meragu-ragukan semacam ini, sama halnya dengan orang yang ingin menyeberangi jalan, tetapi takut tertabrak mobil atau ingin makan durian, tetapi takut tertusuk durinya. Jadi keragu-raguan tersebut wajib dilenyapkan dari hati sanubari setiap kaum mu'minin, sebab keragu-raguan itu tidak sewajarnya.



592. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Abu Bakar as-Shiddiq r.a. itu mempunyai seorang hamba sahaya lelaki yang mengeluarkan -memberikan- kepadanya pendapatan wajibnya -alkharaj-. Abu Bakar makan dari hasil kharaj tadi. Pada suatu hari hamba sahaya itu datang padanya dengan membawa sesuatu, kemudian Abu Bakar juga memakannya. Selanjutnya hamba sahaya itu berkata pada Abu Bakar: "Adakah Anda tahu, hasil dari apakah ini?" Abu Bakar bertanya: "Hasil apa ini?" Ia menjawab: "Dahulu pada zaman jahiliyah saya memberikan sesuatu ramalan pada seseorang, padahal saya sendiri sebenarnya tidak pandai dalam persoalan kahanah -pendukunan- itu, melainkan saya hanyalah menipunya belaka. Tadi ia menemui saya lalu memberikan pada saya sesuatu yang Anda makan itu. Abu Bakar lalu memasukkan tangannya -dalam kerongkongannya-, lalu memuntahkan segala sesuatu yang ada dalam perutnya." (Riwayat Bukhari) Alkharaj ialah sesuatu yang ditetapkan oleh seorang tuan -pemilik - kepada hamba sahayanya untuk memberikan hasil yang ditetapkan tadi kepada tuannya setiap hari, sedangkan sisa dari hasil kerjanya itu untuk hamba sahaya itu sendiri.



593. Dari Nafi' bahwasanya Umar r.a. menentukan untuk kaum muhajirin yang pertama-tama sebanyak empat ribu dirham setahun, ia juga menetapkan untuk anaknya sendiri -yang juga termasuk kaum muhajirin yang pertama-tama- sebanyak tiga ribu lima ratus. Ia ditanya; "Ia adalah termasuk kaum muhajirin, mengapa engkau kurangi pemberiannya?" Umar berkata: "Sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang berhijrah dengan membawanya serta." Umar menyambung ucapannya lagi, yaitu: "Jadi ia tidaklah dapat disamakan seperti orang yang berhijrah dengan dirinya sendiri." (Riwayat Bukhari)



594.Dari Athiyyah bin 'Urwah as-Sa'di as-Shababi r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang hamba itu belum sampai kepada tingkat menjadi orang yang termasuk kaum yang bertaqwa, sehingga ia suka meninggalkan sesuatu yang tidak ada larangannya karena takut kalau-kalau dalam hal itu ada larangannya -yaitu hal-hal yang syubhat-." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.


Bab 67. Makruhnya Mengharapkan Kematian Dengan Sebab Adanya Bahaya Yang Menimpanya, Tetapi Tidak Mengapa Jika Karena Takut Akan Adanya Fitnah Dalam Agama
 
 
583. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seseorang dari engkau semua itu mengharapkan kematian. Jikalau ia seorang yang dapat berbuat baik, maka barangkali kebaikannya itu dapat ditambahkan olehnya dan jikalau ia berbuat keburukan, maka barangkali ia bertaubat kepada Allah." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Bukhari. Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Janganlah seorang dari engkau semua itu mengharapkan kematian dan jangan pula berdoa untuk didatangi kematian itu sebelum kematian itu sendiri datang padanya -tanpa didoakan-, sebab sesungguhnya orang itu apabila telah mati, maka terputuslah amalannya dan bahwasanya tidaklah seorang mu'min itu bertambah banyak umurnya, melainkan akan menjadi kebaikan untuknya."
 
584. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seorang dari engkau semua itu mengharapkan kematian karena adanya bahaya yang menimpa dirinya. Tetapi jikalau ia terpaksa harus berbuat demikian, maka hendaklah ia mengucapkan: "Ya Allah, hidupkanlah saya terus, selama hidup itu menjadi kebaikan untukku dan matikanlah saya jikalau mati itu adalah lebih untukku." (Muttafaq 'alaih)
 
585. Dari Qais bin Abu Hazim, katanya: "Kita semua masuk ke tempat Khabbab bin al-Aratti r.a. untuk meninjaunya, sedang ia -yang ditinjau itu- telah berselar -yakni diberi pengobatan dengan memiciskan api di tubuhnya- sebanyak tujuh kali, kemudian Khabbab berkata: "Sesungguhnya sahabat-sahabat kita yang telah lalu itu sudah terdahulu. Mereka itu tidak dikurangi -derajat-derajatnya di akhirat- oleh kecintaan kepada dunia, sedangkan kita inipun telah memperoleh harta benda yang kita tidak menemukan tempat untuk menyimpannya itu kecuali tanah -artinya karena banyaknya dan berlebih-lebihan dari kebutuhan, maka untuk menyimpannya itu harus digalikan tanah-. Andaikata Nabi s.a.w. tidak pernah melarang kita untuk berdoa agar segera mendapat kematian, sesungguhnya saya berdoa untuk itu -artinya hendak berdoa agar segera mati, sebab sudah jemu di dunia ini-. Selanjutnya pada ketika yang lainnya lagi kita mendatangi Khabbab lagi dan ia sedang membangunkan suatu dinding, lalu ia berkata: "Sesungguhnya seorang Muslim itu pastilah akan diberi pahala dalam segala apa yang dinafkahkannya, melainkan dalam benda yang diletakkannya dalam tanah ini -yakni apa-apa yang disimpannya karena berlebih-lebihan dari kebutuhannya-." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaz menurut Imam Bukhari.

www.futuhulghaib99.blogspot.com
Bab 65. Mengingat-ingat Kematian Dan Memperpendek Angan-angan


Allah Ta'ala berfirman: "Setiap jiwa itu akan merasakan kematian. Sesungguhnya engkau semua itu akan dicukupkan semua pahalamu nanti pada hari kiamat. Maka barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan dalam syurga, maka orang itu benar-benar memperoleh kebahagiaan. Tidaklah kehidupan dunia ini melainkan harta benda tipuan belaka." (Ali-Imran: 185)

Allah Ta'ala berfirman: "Seseorang itu tidak akan mengetahui apa yang akan dikerjakan pada esok harinya dan seorangpun tidak akan mengetahui pula di bumi mana ia akan mati." (Luqman: 34)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Maka apabila telah tiba waktu ajal mereka, tidaklah mereka itu dapat mengundurkannya barang sesaat dan tidak kuasa pula mendahuluinya." (an-Nahl: 61)

Allah Ta'ala berfirman pula: "Hai sekalian orang beriman, janganlah harta bendamu dan anak-anakmu itu melalaikan engkau semua dari mengingat kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh kerugian. Dan nafkahkanlah -untuk kebaikan- sebagian dari apa-apa yang Kami rezekikan kepadamu semua sebelum kematian mendatangi seseorang dari engkau semua, lalu ia berkata: "Ya Tuhanku mengapa aku tidak Engkau beri tangguh barang sedikit waktu, supaya aku dapat memberikan sedekah dan aku dapat dimasukkan dalam golongan orang-orang shalih. Allah sama sekali tidak akan memberikan tangguhan waktu kepada sesuatu jiwa jikalau telah tiba ajalnya dan Allah adalah Maha Periksa perihal apa saja yang engkau semua lakukan." (al-Munafiqun: 9-11)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Sehingga dikala kematian telah tiba pada seorang diantara mereka, iapun berkatalah: "Ya Tuhanku, kembalikanlah saya hidup -kedunia- supaya saya dapat mengerjakan amalan yang baik yang telah saya tinggalkan". Janganlah begitu. Sesungguhnya perkataan itu hanyalah sekedar yang dapat ia ucapkan. Di hadapan mereka ada barzakh, dinding yang membatasi sampai hari mereka dibangkitkan. Selanjutnya, apabila ditiup sangkakala, maka pada hari itu tiada lagi pertalian -kekerabatan dan persahabatan- diantara mereka dan antara satu dengan lainnya tidak dapat tanya menanya. Maka barangsiapa yang berat timbangan amal kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung dan barangsiapa yang ringan timbangan amal kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka tetap berada di dalam neraka jahanam. Api neraka itu membakar muka mereka dan mereka di dalamnya bermuka masam. Bukankah ayat-ayatKu telah pernah dibacakan kepadamu semua, tetapi engkau semua mendustakannya." Sehingga pada firman Allah Ta'ala: "Dia berfirman: "Berapa tahunkah lamanya engkau semua menetap di bumi?" Mereka menjawab: "Kita semua menetap sehari atau setengah hari saja, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang pandai menghitung."

Allah berfirman lagi: "Engkau semua tidaklah menetap di situ -didunia- melainkan dalam waktu sebentar saja, andaikata engkau semua mengetahuinya. Adakah engkau semua mengira bahwa Kami menciptakan engkau semua itu dengan main-main belaka dan bahwasanya engkau semua tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (al-Mu'minun: 99-115)

Allah Ta'ala berfirman:  "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman supaya hati mereka tunduk untuk mengingat kepada Allah serta kebenaran yang telah turun pada mereka -agama Allah Ta'ala-. Janganlah mereka menjadi serupa dengan orang-orang yang telah diberi Kitab pada masa dahulu, tetapi mereka telah melalui masa yang panjang, kemudian menjadi keras -kasar- hati mereka itu. Dan sebagian banyak dari mereka itu adalah orang-orang yang fasik -tidak dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan-." (al-Hadid: 16)

Ayat-ayat dalam bab ini amat banyaknya dan dapat dimaklumi.

572. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. menepuk bahuku lalu bersabda: "Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah engkau itu orang gharib -orang yang berada di suatu negeri yang bukan negerinya sendiri- atau sebagai orang yang melalui jalan." Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma berkata: "Jikalau engkau bersore-sore, maka janganlah engkau menanti-nantikan waktu pagi dan jikalau engkau berpagi-pagi, janganlah engkau menanti-nantikan waktu sore -yakni untuk mengamalkan kebaikan itu hendaklah sesegera mungkin-. Ambillah kesempatan sewaktu engkau berkeadaan sehat untuk mengejar kekurangan di waktu engkau sakit dan di waktu engkau masih hidup guna bekal kematianmu." (Riwayat Bukhari)

573. Dari Ibnu Umar r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak ada hak seorang Muslim yang ada sesuatu harta baginya yang hendak diwasiatkan, ia bermalam dua malam, melainkan wasiatnya itu sudah tertulis di sisinya." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Bukhari. Maksudnya seorang yang berharta dan ingin memberikan wasiat perihal hartanya itu, hendaklah surat wasiatnya ditulis sesegera mungkin, sebab siapa tahu bahwa ajalnya akan datang pada malam hari sewaktu ia tertidur. Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Bermalam tiga malam." Ibnu Umar berkata: "Tidak pernah berlalu semalam pun atas diri saya sejak saya mendengar sabda Rasulullah s.a.w. sebagaimana di atas itu, melainkan wasiatku telah ada di sisiku."

574. Dari Anas r.a., katanya: "Nabi s.a.w. menggariskan beberapa garis, lalu beliau bersabda: "Ini adalah angan-angan manusia sedang ini adalah ajalnya. Kemudian di waktu orang itu sedang dalam keadaan sedemikian -yakni angan-angannya masih tetap panjang dan membubung tinggi-, tiba-tiba datanglah garis yang terpendek -yakni garis yang memotongnya yaitu kematian-." (Riwayat Bukhari)



575. Dari Ibnu Mas'ud r.a. katanya: "Nabi s.a.w. menggariskan suatu garis berbentuk persegi empat dan menggariskan lagi suatu garis di tengah-tengahnya yang keluar dari kalangan persegi empat tadi, juga menggariskan lagi beberapa garis kecil-kecil yang menuju ke arah garis di tengah-tengah itu dan keluar dari arah tepinya yang tengah, lalu beliau s.a.w. bersabda:  "Ini adalah manusia dan ini adalah ajalnya meliputi diri manusia tadi, atau memang telah meliputinya. Garis yang keluar dari kalangan ini adalah angan-angannya, sedang garis-garis kecil-kecil ini adalah barang-barang baru yang mendatanginya -yakni apa-apa yang dapat ia ambil dari keduniaan-, berupa kebaikan atau keburukan. Jikalau ia terluput dari yang ini -yakni bencana yang satu-, tentu ia terkena oleh yang ini -bencana yang lainnya- dan jikalau ia terluput dari yang ini -bencana yang satunya lagi-, maka ia tentu akan terkena oleh yang ini -bencana yang lainnya pula-." (Riwayat Bukhari)



576. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersegeralah engkau semua dengan melakukan amalan-amalan yang baik sebelum datangnya tujuh macam perkara ini, yaitu: Apakah engkau semua menantikan -dalam meninggalkan bersegera itu- melainkan dengan datangnya kefakiran yang melalaikan, ataupun kekayaan yang menyebabkan kecurangan, ataupun sakit yang merusakkan tubuh, ataupun ketua bangkaan yang menyebabkan kurangnya akal fikiran -yakni akal menjadi tidak normal lagi-, ataupun kematian yang cepat, ataupun Dajjal, maka ia adalah seburuk-buruknya makhluk ghaib yang dinantikan, ataupun datangnya hari kiamat, padahal hari kiamat itu adalah saat yang terbesar bencananya serta yang terpahit deritanya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

577. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perbanyaklah olehmu semua akan mengingat-ingat kepada sesuatu yang melenyapkan segala macam kelezatan -yaitu kematian-. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

578. Dari Ubay bin Ka'ab r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu setelah berlalu sepertiga malam, beliaupun bangunlah, kemudian bersabda: "Hai sekalian manusia, ingatlah engkau semua kepada Allah, datanglah kegoncangan besar -yakni tiupan pertama- yang diikuti oleh peristiwa dahsyat -yakni tiupan kedua- dan antara kedua tiupan itu ada empat puluh tahun lamanya. Kematian itu datang dengan segala macam kesengsaraannya, kematian itu datang dengan segala macam kesukarannya -yakni ketika datangnya sakaratul maut-." Saya berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya memperbanyakkan bacaan shalawat atas Tuan, maka seberapakah yang perlu saya jadikan untuk Tuan itu dari doaku?" Beliau s.a.w. menjawab: "Sekehendakmu sajalah." Saya bertanya: "Seperempat?" Beliau menjawab: "Sekehendakmu, tetapi kalau engkau menambahkannya, maka itu adalah lebih baik untukmu?" Saya bertanya lagi: "Separuh bagaimanakah?" Beliau menjawab: "Sekehendakmu, tetapi kalau engkau menambahkannya, maka itu adalah lebih baik lagi untukmu." Saya bertanya pula: "Kalau begitu, dua pertiganya bagaimanakah?" Beliau menjawab: "Sekehendakmu sajalah, tetapi kalau engkau menambahkannya, maka itu adalah lebih baik untukmu." Saya berkata: "Saya akan menjadikan semua doaku itu untuk Tuan." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Jikalau demikian engkau akan dicukupi perihatinmu -yakni urusanmu di dunia dan akhirat akan dipenuhi seluruhnya- serta diampunilah dosamu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
Bab 66. Sunnahnya Berziarah Kubur Bagi Orang-orang Lelaki Dan Apa-apa Yang Diucapkan Oleh Orang Yang Berziarah
 
 
579. Dari Buraidah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saya telah pernah -dahulu- melarang engkau semua perihal ziarah kubur, tetapi sekarang berziarahlah ke kubur itu!" (Riwayat Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan: "Maka barangsiapa yang hendak berziarah kubur, maka baiklah berziarah, sebab ziarah kubur itu dapat mengingatkan kepada akhirat."
 
580. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. itu setiap malam gilirannya di tempat Aisyah, beliau s.a.w. lalu keluar pada akhir malam ke makam Baqi', kemudian mengucapkan -yang artinya-: "Keselamatan atasmu semua hai perkampungan kaum mu'minin, akan datang padamu semua apa-apa yang engkau semua dijanjikan besok yakni masih ditangguhkan waktunya. Sesungguhnya kita semua ini Insya Allah menyusul engkau semua pula. Ya Allah, ampunilah para penghuni makam Baqi' Algharqad ini."[54] (Riwayat Muslim)
 
581. Dari Buraidah r.a., katanya: "Nabi s.a.w. mengajarkan kepada mereka -para sahabat- jikalau mereka keluar berziarah ke kubur supaya seseorang dari mereka mengucapkan -yang artinya-: "Keselamatan atasmu semua hai para penghuni perkampungan-perkampungan -yakni kubur-kubur- dari kaum mu'minin dan Muslimin. Sesungguhnya kita semua Insya Allah menyusul engkau semua. Saya memohonkan kepada Allah untuk kita dan untukmu semua akan keselamatan." (Riwayat Muslim)
 
582. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. berjalan melalui kubur-kubur Madinah lalu beliau menghadap kepada mereka -penghuni-penghuni kubur-kubur- itu dengan wajahnya, kemudian mengucapkan -yang artinya-: "Keselamatan atasmu semua hai para ahli kubur, semoga Allah memberikan pengampunan kepada kita dan kepadamu semua. Engkau semua mendahului kita dan kita akan mengikuti jejakmu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
Catatan Kaki:
 
[54] Algharqad adalah semacam pohon-pohonan yang banyak durinya. Baqi' Gharqad adalah tempat pemakaman orang-orang di Madinah dan disebut demikian, sebab di situ banyak pohon gharqadnya.
 

Senin, 28 April 2014

Bab 64. Keutamaan Orang Kaya Yang Bersyukur, Yakni Orang Yang Mengambil Harta Dari Arah Yang Diridhai Dan Membelanjakannya Ke Arah-arah Yang Diperintahkan
 
 
Allah Ta'ala berfirman: "Maka barangsiapa memberi -untuk kebaikan- dan bertaqwa, serta membenarkan -mempercayai- apa-apa yang baik, maka Kami akan memudahkan padanya untuk menempuh jalan yang mudah -yaitu mengerjakan kebaikan, keimanan dan akhirnya ke syurga-." (al-Lail: 5-7)
 
Allah Ta'ala berfrman pula: "Dan akan dihindarkan dari neraka itu orang yang bertaqwa, yang memberikan hartanya -untuk kebaikan-, agar menjadi bersih -jiwanya-. Dan tiada seorangpun dari kenikmatan yang ada padanya akan diberi pembalasan, melainkan karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi. Dan orang itu nantinya akan lega." (al-Lail: 17-21)
 
Allah Ta'ala juga berfirman: "Jikalau engkau semua memberikan sedekah dengan terang-terangan, maka itu adalah baik, tetapi jikalau engkau semua menyembunyikannya -yakni tidak dengan cara terang-terangan dilihat orang lain-, kepada orang-orang fakir, maka hal itu adalah lebih baik lagi untukmu semua dan dapat menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahanmu dan Allah adalah Maha mengetahui apa-apa yang engkau semua lakukan." (al-Baqarah: 271)
 
Allah Ta'ala berfirman lagi: "Tidak sekali-kali engkau semua akan memperoleh kebajikan sehingga engkau semua suka menafkahkan sebagian dari apa yang engkau semua cintai. Dan apa saja yang engkau semua nafkahkan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya." (Ali-Imran: 92)
 
Ayat-ayat yang menerangkan keutamaan bernafkah dalam berbagai ketaatan itu banyak sekali dan dapat dimaklumi.
 
569. Dari Abdullah bin Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada kehasudan -iri- yang dibolehkan melainkan dalam dua macam perkara, yaitu: Seseorang yang dikaruniai oleh Allah akan harta, kemudian ia mempergunakan guna menafkahkannya itu untuk apa-apa yang hak -kebenaran- dan seseorang yang dikaruniai oleh Allah akan ilmu pengetahuan, kemudian ia memberikan keputusan dengan ilmunya itu -antara dua orang atau dua golongan yang berselisih- serta mengajarkannya pula." (Muttafaq 'alaih)
 
Keterangan hadits di atas baru saja diuraikan di muka -lihat hadits no.542-.
 
570. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tiada kehasudan -iri- yang dibolehkan, melainkan dua macam perkara, yaitu: seorang yang dikaruniai oleh Allah kepandaian dalam al-Quran -membaca, mengartikan dan lain-lain-, kemudian ia suka shalat dengan membaca al-Quran itu pada waktu malam dan siang, juga seorang yang dikarunia oleh Allah akan harta lalu ia menafkahkannya pada waktu malam dan siang." (Muttafaq 'alaih)
 
571. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya kaum fakir dari golongan sahabat-sahabat Muhajirin sama mendatangi Rasulullah s.a.w. lalu mereka berkata: "Orang-orang yang berharta banyak itu sama pergi -yakni meninggal dunia- dengan membawa derajat yang tinggi-tinggi serta kenikmatan yang kekal." Rasulullah s.a.w. bertanya: "Mengapa demikian?" Orang-orang itu menjawab: "Karena mereka dapat shalat sebagaimana kita juga shalat, mereka berpuasa sebagaimana kita berpuasa, mereka bersedekah, sedangkan kita tidak dapat bersedekah dan sedangkan mereka dapat memerdekakan -hamba sahaya- dan kita tidak dapat memerdekakan itu." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Sukakah engkau semua saya beritahukan akan sesuatu amalan yang dengannya itu engkau semua dapat mencapai pahala orang yang mendahuluimu dan pula dapat mendahului orang yang sesudahmu. Juga tiada seorangpun yang menjadi lebih utama daripadamu semua, melainkan orang yang mengerjakan sebagaimana amalan yang engkau semua lakukan ini?" Para sahabat menjawab: "Baiklah, ya Rasulullah." Beliau kemudian bersabda lagi: "Bacalah tasbih -Subhanallah-, takbir -Allah Akbar- dan tahmid -Alhamdulillah- setiap selesai shalat sebanyak tiga puluh tiga kali masing-masing." Selanjutnya kaum fakir dari golongan sahabat Muhajirin itu kembali mendatangi Rasulullah s.a.w. lalu mereka berkata: "Saudara-saudara kita golongan yang hartawan-hartawan itu telah mendengar mengenai apa yang kita kerjakan ini, oleh sebab itu merekapun mengerjakan sebagai yang kita lakukan itu." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Yang sedemikian itu adalah keutamaan Allah yang dlkaruniakan oleh Nya kepada siapa saja yang dikehendaki." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaz riwayat Imam Muslim